Kemuliaan Idul Fitri

Sangat beruntunglah ketika kita masih bisa berpuasa di Bulan Ramadhan dan Menikmati Indahnya Idul Fitri. Ini disebabkan karena Idul Fithri merupakan hari raya yang mencerminkan kemuliaan bagi umat Islam. Hal itu dapat diketahui tatkala Allah Ta’ala sendiri yang memilihkan hari raya tersebut untuk mereka. Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam pernah  tiba di kota Madinah. Ketika itu penduduk kota Madinah masih memiliki 2 hari raya yang mereka mengadakan permainan di dalamnya. “Beliau pun bertanya: “2 hari raya apa ini?” Mereka menjawab: “Kami biasa mengadakan permainan di dalamnya sejak masa Jahiliyah.” Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam berkata: “Sesungguhnya Allah telah mengganti 2 hari tersebut dengan 2 hari raya yang lebih baik bagi kalian yaitu hari raya Idul Fithri dan hari raya Idul Adha.” [H.R Abu Dawud dan An Nasa’i yang dishahihkan asy-Syaikh Al Albani]. http://assunnahmadiun.wordpress.com/2011/08/18/idul-fithri-sebuah-kemuliaan-bagi-kaum-muslimin/

Dengan kata lain, ‘Idul Fitri berkonsekuensi pada terbentuknya ruang jiwa yang bening (tazkiyatun nafs) yang diindikasikan dengan terciptanya kontinuitas pesan moral (religio ethic) dari saum itu sendiri. Pertama, peran pencerahan (iluminatif). Saum (dan ‘Idul Fitri) memberikan wawasan luas bagi proses pengayaan kesadaran batin, pencerdasan nalar (fikr) sehingga pada akhirnya kita bisa bertanggung jawab, bertopang pada pengetahuan, dan terbimbing pancaran nilai Ilahiah. Kedua, peran perubahan (transformatif). Bagaimana kita yang telah mengalami pencerahan lewat saum bisa mengubah perilaku ke arah yang lebih baik. Hari-hari yang berlalu dihiasi dengan berbagai evaluasi diri secara maksimal dan komprehensif. Perubahan itu ditandai dengan pribadi-pribadi yang ksatria untuk melakukan dialog interaktif dengan diri sendiri. Ketiga, peran pembebasan (liberatif). Maksudnya puasa dan ‘Idul Fitri hendaknya membebaskan diri (dan sosial) dari kungkungan jerat individualisme (mementingkan diri sendiri) ke arah sosialisme religius (turut merasakan) penderitaan orang lain. Kesalehan sosial inilah manifestasi utama dari ‘Idul Fitri. Kesalehan dalam format demikian akan melahirkan akses bagi terbentuknya pribadi muttaqin sebagai terminal akhir dari puasa itu sendiri. Sebuah pribadi yang ditandai dengan relasi ritual yang kokoh dan relasi horizontal yang luas (QS. Ali-Imran/ 3: 112). http://muhammadqorib.blogspot.com/2009/08/menggapai-substansi-idul-fitri.html

Oleh karena itu marilah kita bersyukur karena masih bisa merasakan Idulfitri, dan semoga kita juga mendapatkan berkah dan rahmatNya.