Banyak MASYARAKAT YANG MERUBAH NAMA CINANYA AGAR MENDAPATKAN KARTU TANDA PENDUDUK LEBIH MUDAH, Apakah ini bentuk diskriminasi Hak Asasi Manusia?

Oleh:
Rahmad Syafaat Habibi, S.H
dan
Danang Suryo Wibowo, S.H

Setiap manusia yang dilahirkan di muka bumi ini tidak terlepas dari hak dan kewajiban mereka dalam berbagai segi kehidupan. Ada sebuah hak dimana hak tersebut nerupakan sebuah bawaan semenjak seorang tersebut dilahirkan. Hak tersebut bukan hasil pemberian dari orang lain ataupun dari negara,dan hak tersebut wajib terpenuhi serta terjamin guna mengarungi kehidupan di dunia ini. Hak ini adalah hak yang diperoleh sejak manusia tersebut dilahirkan, bahkan saat masih dalam kandungan. Hak tersebut adalah hak asasi manusia. Hak tersebut adalah hak yang dimiliki oleh setiap manusia yang berasal dari sang pencipta yaitu  Allah Tuhan Yang Maha Esa. Kemudian ada sebuah dasar filsafat yang mengatakan bahwa manusia itu lahir dalam keadaan bebas dan dengan keduduakan yang sama ,tanpa kasta, tanpa pembeda ras, suku, kewarganegaraan ataupun agama. Dari hal inilah kemudian negara mepunyai kewajiban untuk memberi jaminan bagi setiap warga negaranya untuk memperjuangkan hak-haknya.
Munculnya sebuah gagasan pentingnya sebuah hak asasi manusia di dunia ini melalui sejarah yang cukup panjang. Sejarah itu berawal dari piagam Magna Charta (walau sebelumnya dijaman Rasulullah telah ada hal serupa yang bernama piagam madinah), piagam tersebut muncul ketika pergantian Raja Richard yang dikenal sebagai raja yang bijak dan adil pada awal abad 12,kemudian diganti oleh Raja John Lackland yang dimasa  pemerintahannya bertindak sewenang-wenang terhadap rakyat dan para bangsawan. Karena hal itulah timbul rasa tidak puas dari para bangsawan yang kemudian berhasil membuat perjanjian dengan Raja John yang kemudian disebut dengan Magna Charta atau Piagam Agung.
Isi Magna Charta adalah sebagai berikut :
1.raja beserta keturunannya berjanji akan menghormati kemerdekaan, hak, dan kebebasan gereja inggris.
2.raja berjanji kepada penduduk kerajaan yang bebas untuk memberikan hak-hak sebagi berikut :
a.         Para petugas keamanan dan pemungut pajak akan menghormati hak-hak penduduk.
b.         Polisi ataupun jaksa tidak dapat menuntut seseorang tanpa bukti dan saksi yang sah.
c.         Seseorang yang bukan budak tidak akan ditahan, ditangkap, dinyatakan bersalah tanpa perlindungan negara dan tanpa alasan hukum sebagai dasar tindakannya.
d.         Apabila seseorang tanpa perlindungan hukum sudah terlanjur ditahan, raja berjanji akan mengoreksi kesalahannya  .
Piagam Agung atau Magna Charta tersebutlah yang kemudin dianggap sebagai tonggak diperjuangkannya hak asasi manusia. Selain itu ada beberapa dokumen lainnya yang mengatur tentang hak asasi manusia di Inggris,yaitu:
1.         Petition of rights
2.         Hobeas corpus act
3.         Bill of rights
Dengan munculnya dokumen-dokumen yang berisi mengenai jaminan hak asasi manusia tersebut memberi inspirasi kepada rakyat di negara lain yang merasa hak-hak dilanggar oleh pemerintahan yang sewenang-wenang untuk menuntut haknya yang dilanggar. Salah satunya yaitu Declaration Of Independence Of United States pada tahun 1776 yang berisi “Bahwa sesungguhnya semua bangsa diciptakan sama derajat oleh maha pencipta. Bahwa semua manusia dianugerahi oleh penciptanya hak hidup, kemerdekaan, dan kebebasan untuk menikmati kebhagiaan  . Adanya deklarasi tersebut tidak terlepas dari  pemikiran filsuf John Locke (1632-1704) yang merumuskan hak-hak alam,seperti hak atas hidup, kebebasan, dan milik (life, liberty, and property) yang kemudian mengilhami sekaligus menjadi pegangan bagi rakyat Amerika untuk menuntut haknya. The Declaration Of Independence Of United States memberi inspirasi kepada Prancis untuk melahirkan revolusinya sendiri yang disebut dengan Declaration Des Droits De L’homme Et Du Citoyen pada bulan agustus 1789  . Yang memuat 17 pasal tentang hak-hak asasi manusia dan hak warga negara.
Jika kita melihat pada sebuah fenomena di Indonesia tentang adanya diskriminasi terhadap Warga Negaranya sendiri khususnya WNI keturunan, merupakan sebuah pertentangan hati yang harus dilawan. Banyak pejabat Negara atau pejabat yang berada dipemerintahan memperlakukan Warga Negara Indonesia keturunan berbeda, padahal mereka juga penduduk atau Warga Negara Indonesia. Bisa kita lihat dari pembuatan akta lahir atau Kartu Tanda Penduduk seseorang yang memiliki nama cina mendapatkan perlakuan yang berbeda, bahkan banyak yang harus mengganti namanya agar lebih cepat dalam pengurusannya.
Hal ini juga hasil dari historis peraturan perundang-undangan yang ada, misalnya Peraturan perundang-undangan yang berkaitan langsung adalah Keppres No. 240 Tahun 1967 tentang Kebijaksanaan Pokok Jang Menjangkut Warga Negara Indonesia Keturunan Asing, Pasal 5 “Khusus terhadap Warga Negara Indonesia Keturunan Asing jang masih memakai nama cina diandjurkan mengganti nama-namanja dengan nama Indonesia sesuai dengan ketentuan jang berlaku.” Dalam konsiderans mengingat Keppres 240/1967 merujuk antara lain pada Keputusan Presidium Kabinet No. 127/U/Kep/12/1966 tentang Peraturan Ganti Nama Bagi WNI yang Memakai Nama Cina.
Dalam artikel yang ditulis oleh Muh Kholid AS Kordinator jaringan intelektual muda Muhammadiyah “Dalam aturan itu, pembuatan dokumen kependudukan, baik kartu keluarga (KK), Kartu Tanda Penduduk (KTP), dan akta catatan sipil lainnya, tidak boleh menyimpang dari identitas yang tertulis dalam akta kelahiran. Artinya, jika dalam akta kelahiran tidak dicantumkan nama marga, dalam dokumen kependudukan nama marga tidak perlu dicantumkan.” Mengenai ini berarti jika seseorang memiliki nama cina atau marga tetap harus ditulis sebagai penghormatan kepada orang tuanya yang telah memberi nama dan bukan nama pamor saja melainkan nama aslinya.
Di era globalisasi saat ini yang  memungkinkan interaksi antar orang secara lintas negara baik secara langsung maupun tidak langsung, bahkan mengharuskan terjadinya banyak perjalanan lintas negara yang secara fisik. Bahkan dimungkinkan terdapat warga negara asing (WNA) yang menetap di suatu negara dimana mereka tersebut bukanlah merupakan warga negara di negara tersebut.
            Praktek negara-negara dalam  hal pemberian ijin masuk orang asing di wilayah negaranya, selalu disertai dengan persyaratan-persyaratan tertentu yang diatur dalam hukum nasional masing-masing negara. Tindakan  ini sesuai dengan pencerminan dari prinsip kedaulatan negara yang dianut oleh suatu negara,  bahkan praktek pengadilan di Amerika  dan Inggris menegaskan bahwa larangan masuk orang asing yang dilakukan oleh suatu negara sebagai  suatu peristiwa kedaulatan teritorial. Pengecualian terhadap larangan masuk orang asing ke wilayah suatu negara, dapat ditentukan dalam  perjanjian internasional yang mengikat bagi negara-negara tersebut. Dalam hukum internasional sendiri  tidak mempunyai kewajiban untuk mengijinkan masuknya orang asing secara bebas dan  tidak menetapkan jangka waktu tertentu bagi orang asing yang masuk dalam wilayah suatu negara  (J. G. Starke, 2003:465). [1]
         Ini menjadi referensi kita bahwa tidak dapat dipungkiri di Indonesia saat ini telah banyak Warga Negara Indonesia keturunan yang sebelumnya adalah Warga Negara Asing, namun dalam perkembangannya menjadi WNI dan memiliki anak yang menamai anaknya dengan marga atau nama dari Negara sebelumnya misalnya nama cina.
Namun apakah anak ini dapat disalahkan dengan diskriminasi yang berlebihan jika ia menggunakan nama belakangnya dengan nama orang tuanya yang mungkin terdengar asing ditelinga kita?.  Kembali lagi,ini adalah tugas pemerintah dengan mengawal setiap tindakan-tindakan yang ada diteritorialnya agar tidak adanya diskriminasi yang terjadi. Kita sebagai warga negara yang baik juga harus turut andil dalam hal ini kita tidak menjadi orang yang menganggap ras lain lebih rendah daripada kita, ataupun menganggap aneh ras lain. Tugas kita menjadi warga negara adalah saling membantu tanpa pembeda apapun, saling menolong tanpa pamrih, itulah asas gotong royong yang telah ada dinegeri kita sejak lama, dengan begitu maka tidak akan adanya pertentangan antara kita sebagai satu warga negara yang bernaung dalam wilayah Republik Indonesia.
Semoga kedepannya tidak ada lagi warga kita yang memiliki keturunan cina mendapatkan diskriminasi dalam membuat surat akta kelahiran ataupun Kartu Tanda Penduduk di negeri ini. Amin!



[1] . G. Starke, Pengantar Hukum Internasional 1 (Introduction to international Law, alih bahasa: Bambang Iriana Djajaatmadja), Cetakan Kesembilan, Sinar Grafika, Jakarta, 2008